
Maraknya warga negara asing (WNA) yang menyalahgunakan izin tinggal dengan berpura-pura sebagai investor namun sebenarnya mencari pekerjaan di Bali telah menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat setempat. Fenomena ini tidak hanya melanggar peraturan keimigrasian Indonesia, tetapi juga berdampak negatif pada perekonomian lokal dan kesempatan kerja bagi penduduk setempat.
Modus Operandi WNA Berkedok Investor
Banyak WNA yang masuk ke Indonesia dengan menggunakan izin tinggal terbatas sebagai investor. Namun, alih-alih melakukan investasi sesuai dengan ketentuan, mereka justru bekerja di sektor-sektor yang seharusnya diperuntukkan bagi tenaga kerja lokal. Salah satu modus yang sering digunakan adalah mendirikan perusahaan penanaman modal asing (PMA) fiktif, terutama di bidang kuliner seperti restoran. Dengan cara ini, mereka menghindari kewajiban membayar biaya-biaya birokrasi keimigrasian yang seharusnya dikenakan kepada PMA yang mempekerjakan tenaga kerja asing. Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kementerian Imigrasi dan Lapas, Brigjen Yuldi Yusman, mengungkapkan bahwa banyak PMA ilegal yang sudah bertahun-tahun beroperasi di Bali tanpa kantor resmi atau hanya memiliki kantor sementara yang tidak jelas keberadaannya.
Data dan Temuan Operasi Keimigrasian
Dalam operasi keimigrasian bertajuk “Wira Waspada” yang dilaksanakan sejak 14 Januari hingga 21 Februari 2025, ditemukan 267 PMA bermasalah di Bali. Dari jumlah tersebut, 43 di antaranya merupakan perusahaan fiktif yang tidak memenuhi syarat investasi minimal sebesar Rp 10 miliar. Akibatnya, izin usaha atau Nomor Induk Berusaha (NIB) dari perusahaan-perusahaan tersebut dicabut, dan mereka tidak lagi beroperasi. Selain itu, sebanyak 360 WNA asal China, India, Pakistan, Australia, dan Rusia terbukti bekerja secara ilegal di Bali dengan disponsori oleh PMA fiktif. Dari jumlah tersebut, 63 WNA telah dideportasi, sementara sisanya masih dalam proses pemeriksaan dan pendeportasian.
Dampak Terhadap Sektor UMKM dan Masyarakat Lokal
Kehadiran WNA yang bekerja secara ilegal di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menimbulkan persaingan tidak sehat bagi pelaku usaha lokal. Banyak dari mereka yang bekerja sebagai penata rambut di salon, perawatan kuku, hingga penerima tamu (resepsionis). Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menekankan bahwa aktivitas WNA di sektor UMKM dapat mengambil alih lapangan kerja yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat setempat.
Langkah Penanganan dan Pengetatan Regulasi
Menanggapi permasalahan ini, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Imigrasi berencana memperketat penerbitan izin tinggal bagi WNA, khususnya pemegang visa investor. Sekretaris Daerah Bali, Dewa Made Indra, mengusulkan agar verifikasi dan penelitian terhadap paspor serta visa kunjungan diperketat untuk mencegah penyalahgunaan izin tinggal. Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan untuk menaikkan syarat minimal investasi bagi PMA menjadi Rp 10 miliar, guna memastikan bahwa hanya investor serius yang dapat berinvestasi di Indonesia.
Kesimpulan
Fenomena WNA yang menyalahgunakan izin tinggal dengan berpura-pura sebagai investor namun sebenarnya mencari pekerjaan di Bali merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan keimigrasian Indonesia. Selain merugikan perekonomian lokal dan pelaku usaha setempat, praktik ini juga menimbulkan persaingan tidak sehat di sektor UMKM. Oleh karena itu, diperlukan pengetatan regulasi dan pengawasan yang lebih intensif dari pihak berwenang untuk mencegah dan menindak tegas pelanggaran semacam ini di masa mendatang.