
Jakarta – Ramadan menjadi bulan yang penuh tantangan bagi umat Muslim di seluruh dunia, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah dengan kondisi ekstrem, seperti Kutub Utara. Di wilayah ini, durasi siang dan malam tidak berjalan seperti di daerah lain, bahkan bisa mencapai hanya satu jam siang atau sebaliknya, matahari bisa bersinar selama hampir 24 jam. Lantas, bagaimana umat Islam di sana menjalankan ibadah puasa?
Fenomena Siang dan Malam Ekstrem di Kutub Utara
Kutub Utara mengalami fenomena alam yang unik, yaitu midnight sun (matahari tengah malam) dan polar night (malam kutub). Pada bulan-bulan tertentu, matahari hampir tidak pernah terbenam atau sebaliknya, nyaris tidak terbit sama sekali.
Di sekitar bulan Ramadan, khususnya di daerah seperti Norwegia bagian utara, Kanada bagian utara, dan beberapa wilayah Greenland, matahari bisa bersinar hanya selama satu hingga dua jam saja. Sementara itu, di musim lain, matahari bisa tetap berada di langit selama hampir 24 jam tanpa benar-benar terbenam.
Karena kondisi ini, menjalankan puasa dengan mengikuti waktu matahari setempat bisa menjadi tantangan besar. Jika mengikuti aturan biasa, ada kemungkinan umat Muslim di sana harus berpuasa selama 22–23 jam atau bahkan hanya 1–2 jam saja.
Bagaimana Aturan Puasa di Kutub Utara?
Islam sebagai agama yang penuh toleransi memberikan solusi bagi umat Muslim yang tinggal di wilayah ekstrem seperti Kutub Utara. Berdasarkan fatwa dari berbagai lembaga Islam dunia, ada beberapa metode yang bisa diterapkan:
- Mengikuti waktu Mekah atau Madinah
Banyak ulama berpendapat bahwa umat Islam yang tinggal di daerah dengan siang dan malam ekstrem diperbolehkan mengikuti waktu di Mekah atau Madinah untuk menentukan jadwal sahur dan berbuka. - Mengacu pada negara terdekat yang memiliki waktu siang dan malam normal
Misalnya, umat Muslim di wilayah ekstrem Norwegia bisa mengikuti jadwal puasa di kota Oslo, yang memiliki durasi siang dan malam yang lebih seimbang. - Metode 18 jam maksimal
Beberapa ulama menyarankan agar puasa tidak lebih dari 18 jam untuk menghindari kesulitan yang berlebihan bagi umat Muslim. Ini didasarkan pada prinsip Islam yang tidak membebani umatnya di luar batas kemampuan.
Kisah Umat Muslim yang Berpuasa di Kutub Utara
Meskipun memiliki tantangan berat, banyak Muslim di daerah kutub tetap menjalankan ibadah puasa dengan penuh semangat. Salah satunya adalah komunitas Muslim di kota Tromsø, Norwegia, yang berpuasa dengan mengikuti waktu Mekah atau kota-kota besar di Norwegia yang memiliki waktu lebih normal.
Seorang warga Muslim di sana, Ahmad Al-Mustafa, mengatakan bahwa meskipun sulit, mereka tetap menjalankan Ramadan dengan penuh kekhusyukan.
“Kami merasa Ramadan lebih istimewa karena penuh tantangan. Kami mengikuti waktu dari kota terdekat untuk berpuasa dan berbuka. Ini menjadi pengalaman spiritual yang luar biasa,” ujarnya.
Kesimpulan
Puasa di Kutub Utara memang tidak seperti di negara lain yang memiliki durasi siang dan malam yang stabil. Namun, dengan kemudahan yang diberikan oleh Islam, umat Muslim tetap dapat menjalankan ibadah puasa tanpa mengalami kesulitan berlebihan.
Dengan berbagai metode yang telah disepakati, umat Islam di wilayah ekstrem tetap bisa menjalani Ramadan dengan penuh keimanan, meskipun mereka hidup dalam kondisi alam yang menantang. Ramadan di Kutub Utara bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang keteguhan hati dan adaptasi dalam menjalankan kewajiban agama.