
Pada Minggu, 16 Februari 2025, serangan udara Israel di Jalur Gaza menewaskan tiga petugas polisi Palestina di timur Rafah, sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang dikelola Hamas. Insiden ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap gencatan senjata yang telah berlaku sejak 19 Januari. Selain itu, pejabat Palestina menuduh Israel menghalangi masuknya peralatan penting untuk membersihkan puing-puing dan menyediakan tempat penampungan bagi warga yang terlantar di Gaza. Pasien yang membutuhkan perawatan medis di Mesir juga dilaporkan terhambat keberangkatannya. Kementerian Dalam Negeri mengutuk serangan tersebut dan meminta komunitas internasional serta mediator untuk menekan Israel agar menghentikan serangan terhadap aparat kepolisian yang mereka sebut sebagai lembaga sipil. Di sisi lain, militer Israel menyatakan bahwa serangan tersebut ditujukan kepada individu bersenjata yang mendekati pasukan mereka dan mengklaim telah mengenai target yang dimaksud. Mereka juga mengimbau warga Gaza untuk mematuhi instruksi militer dan menjauh dari pasukan Israel di area tersebut. Selain itu, pejabat kesehatan di Gaza melaporkan bahwa Israel telah mencegah keberangkatan puluhan pasien dan warga yang terluka yang seharusnya menerima perawatan di rumah sakit di Mesir. Sementara itu, kepala kantor media pemerintah Gaza, Salama Marouf, menyatakan bahwa Israel masih menghalangi masuknya rumah-rumah mobil dan peralatan berat yang diperlukan untuk membantu puluhan ribu warga Gaza yang terlantar serta untuk membersihkan puing-puing dan membuka kembali jalan-jalan. Marouf menekankan bahwa penolakan ini menunjukkan siapa yang sebenarnya menghalangi pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata dan mendesak para mediator untuk menekan Israel agar memenuhi komitmennya. Sebelumnya, Hamas sempat mengancam akan menangguhkan pembebasan sandera jika Israel tidak mematuhi protokol kemanusiaan, termasuk mengizinkan masuknya rumah-rumah mobil dan peralatan berat. Namun, ancaman tersebut kemudian dicabut setelah adanya jaminan dari mediator Arab, Qatar dan Mesir, bahwa kebutuhan tersebut akan dipenuhi.